Keterbatasan Bukan Penghalang
Semarang,
Senin (02/6) Auditorium Unnes dipenuhi oleh peserta Seminar Nasional tentang
Pendidikan Inklusi yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Ilmu Pendidikan (BEM FIP). Seminar tersebut bertemakan "Inovasi Pendidikan
Inklusi dalam Implementasi Kurikulum 2013", dengan 3 pemateri yaitu M.
Furqon Hidayatullah (Dekan FKIP UNS), Galuh Sukmara Soejanto (Deaf Studies and
Sign Linguistics L.A. Trobe University Australia), dan Mukhanif Yasin Yusuf (
Founder Students Activity Units of Difabel Care UGM). Selain itu juga
mengundang anak yang berkebutuhan khusus dari YPAC Semarang.
Inklusi
merupakan penempatan anak berkebutuhan khusus kedalam lingkungan kelas umum
atau normal. Sedangkan pendidikan Inklusi adalah sebuah sikap (Attititude) yang diberikan kepada
anak yang berkebutuhan khusus. Prinsip-prinsip dalam pendidikan Inklusi yaitu
adanya persamaan, keadilan, dan HAM. Seperti yang disampaikan oleh M. Furqon, dalam
mendidik hanya dibutuhkan 2 sikap, yaitu memahami dan peduli. Dua kata tersebut
akan menumbuhkan kesadaran bahwa setiap individu itu unik dan berbeda dengan
tugas hidupnya yang unik dan berbeda pula, dan yakin bahwa setiap anak adalah
anugerah penciptaan-Nya. Walaupun tidak semua manusia diciptakan dengan
sempurna, namun yang mempunyai kebutuhan khusus itu merupakan individu yang
istimewa karena dia mampu hidup dengan cara hidup yang berbeda dengan yang
lain. Buktinya, Galuh yang seorang tuna rungu mampu berprestasi dengan
keistimewaan yang dimiliki sehingga dia mampu menyelesaikan studinya di
Australia. “ tidak semua tuli tidak bisa bicara, karena orang tuli juga mampu
berkomunikasi dengan bahasa isyarat,”.
Beranjak
dari pendidikan inklusi, dalam seminar kemarin juga mendatangkan pemateri yang
mampu menghasilkan prestasi walaupun memiliki kekurangan. Mukhanif sapaan
kesehariannya, seorang mahasiswa yang mengalami Difabel (Different Ability Poeple) namun mampu dan berani mengambil kuliah
di jurusan sastra indonesia. Difabel dapat diartikan cacat, terbatas, tidak
mampu. Walaupun dia merupakan seorang Difabel, semenjak Sekolah Dasar (SD) sampai
sekolah menengah atas dia selalu memperoleh peringkat dikelasnya.
Tugas
kita sebagai pendidik dalam hal ini adalah bagaimana cara kita untuk memberikan
kesempatan kepada anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk mengenyam
pendidikan yang lebih layak seperti apa yang mereka butuhkan. Selaras dengan
pesan dari Masrukhi selaku pembantu rektor III bidang kemahasiswaan, yang
sekaligus membukan acara seminar inklusi ini. “ ..spirit bersama untuk
memperhatikan, melayani, dan membantu anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam
pendidikan.. “ ungkapnya.
Melihat
kenyataan ini, bukan seharusnya kita menutup mata dan menutup telinga
rapat-rapat, tapi gunakan otak kita untuk merenung dan berfikir dan bergerak
apa yang seharusnya kita lakukan. Sebuah keberhasilan tidak dihasilkan dari
orang yang selalu melihat keatas, namun ada kalanya leberhasilan dihasilkan
karena dirinya menghargai apa yang dibawahnya, dan mampu memperbaiki dirinya
agar menjadi jauh lebih baik dari apa yang ada dibawahnya. Selain itu kita juga
hendaknya selalu bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang, bukan justru
mengeluh dan iri dengan apa yang orang lain dapatkan. (eN. Lutfiani J )
0 komentar:
Posting Komentar