• Twitter
  • Facebook
  • Instagram

Minggu, 25 Januari 2015

Profesionalisme Konselor

Oleh
Kusnarto Kurniawan*

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khsusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional  menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi; misalnya sebutan dia seorang profesional; Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaannnya. Seorang profesional merujuk pada pengertian kedua yaitu penampilan sesorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya yakni guru bimbingan dan konseling atau konselor seharusnya menampilkan perilaku-perilaku dalam pikiran, sikap, dan tindakan yang mencerminkan profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor. Moto hidupnya tiada hari tanpa pelayanan bimbingan dan konseling. Disinilah akan terpancarkan betul motivasi altruistik yaitu dorongan untuk selalu berbuat dan bertindak semata-mata untuk kepentingan dan kebahagian peserta didik bukan karena kepentingan dan pamrih tertentu. Dengan tindakan yang semacam itu maka perilakunya akan selalu dari, oleh, dan untuk peserta didik atau kliennya. Dengan sikap yang demikian maka komitmen untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling artinya seorang guru bimbingan dan konseling atau konselor mempunyai profesionalisme.
Pandangan siswa, guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua murid, dan masyarakat terhadap guru bimbingan dan konseling atau konselor selama ini masih belum menunjukkan kepercayaan yang semestinya disandang oleh seorang profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor. Bukti dari pendapat ini diantaranya kepala sekolah lebih percaya kepada motivator daripada guru BK atau konselor ketika menyiapkan siswanya menghadapi ujian nasional. Guru bimbingan dan konseling atau konselor mendapatkan tugas untuk mencatat pelanggaran siswa, anak terlambat dan ada juga sebagai bendahara sekolah. Orang tua murid masih banyak yang mempunyai anggapan kalau anaknya dipanggil atau datang ke ruang BK menganggap anaknya mempunyai kesalahan, melanggar aturan sekolah atau anaknya nakal di sekolah. Masyarakat belum tahu dan paham betul apa fungsi dan peranan guru bimbingan dan konseling di sekolah termasuk dari kalangan birokrasi misal di jajaran badan kepegawaian daerah, dan juga dari kalangan wakil rakyat. Pandangan mereka umumnya masih beranggapan tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor itu menangani anak-anak nakal dan bermasalah. Ada pandangan yang ekstrim meminjam istilah di wilayah Brebes, kalau guru bimbingan dan konseling atau koselor di sekolah “kanggo-kanggo ora” artinya ada atau tidak guru bimbingan dan konseling atau konselor di sekolah tidak ada pengaruhnya terhadap keberhasilan dan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya karena guru bimbingan dan konseling atau konselor belum menunjukkan profesionalisme dalam kinerja sehari-harinya.
Pengakuan pemerintah secara legal tentang guru bimbingan dan konseling atau konselor  sebenarnya sudah sangat hebat diantaranya (1) Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan pendidikan yang harus diperoleh semua peserta didik telah termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. (2)  “Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I pasal 1 butir  6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. (3) Pelayanan konseling yang merupakan bagian dari kegiatan pengembangan diri telah termuat dalam struktur kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22  Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Menengah. (4) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor pada Pasal 54 ayat 6 Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54 ayat 6 yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan memerlukan. (5) Penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) pada Pasal 22 ayat 5 Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 tahun 2010 tentang petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) dihitung secara proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150 (seratus lima puluh) orang siswa dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) orang siswa per tahun. (6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yang  menyatakan bahwa kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling ; (ii) berpendidikan profesi konselor. Kompetensi konselor meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi.
Pada kurikulum 2013 dinyatakan pendidikan di sekolah tidak hanya dilakukan melalui proses pembelajaran oleh guru mata pelajaran dan pelatihan oleh guru praktik, tetapi juga kegiatan BK yang dilakukan oleh guru BK atau konselor untuk membantu peserta didik mencapai perkembangan yang optimal, termasuk mencari dan menetapkan pilihan serta pengambilan keputusan yang mencakup kehidupan pribadi, sosial, belajar, dan perencanaan karir. Guru BK berperan membantu siswa dalam: memilih dan menentukan peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran agar dapat menentukan pilihan sesuai kemampuan potensi dirinya dan berhasil dalam belajar. Permasalahan akan terjadi jika peserta didik tidak mampu untuk menentukan peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran, sehingga akan menghambat dalam proses pembelajaran. Guru BK atau Konselor diperlukan untuk mencegah terjadinya masalah siswa, memandirikan siswa melalui keputusan terkait memilih, menentukan, meraih serta mempertahankan karier untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum.


*)Dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang


0 komentar:

Kontak

Hubungi Kami


Alamat

Gedung PKM Lantai 1 Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Nomor

+62 856 4075 5770

Website

bk.unnes.ac.id