Oleh
Kusnarto Kurniawan*
Profesi adalah suatu
jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya
pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih dan tidak disiapkan secara khsusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan
itu. Profesional
menunjuk kepada
dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi; misalnya
sebutan dia seorang profesional; Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen
para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan
terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaannnya. Seorang profesional merujuk pada
pengertian kedua yaitu penampilan sesorang dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan profesinya yakni guru bimbingan dan konseling atau konselor
seharusnya menampilkan perilaku-perilaku dalam pikiran, sikap, dan tindakan
yang mencerminkan profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor. Moto
hidupnya tiada hari tanpa pelayanan bimbingan dan konseling. Disinilah akan
terpancarkan betul motivasi altruistik yaitu dorongan untuk selalu berbuat dan
bertindak semata-mata untuk kepentingan dan kebahagian peserta didik bukan
karena kepentingan dan pamrih tertentu. Dengan tindakan yang semacam itu maka
perilakunya akan selalu dari, oleh, dan untuk peserta didik atau kliennya.
Dengan sikap yang demikian maka komitmen untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan
dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling artinya seorang guru
bimbingan dan konseling atau konselor mempunyai profesionalisme.
Pandangan siswa, guru
mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua murid, dan masyarakat terhadap guru
bimbingan dan konseling atau konselor selama ini masih belum menunjukkan
kepercayaan yang semestinya disandang oleh seorang profesional guru bimbingan
dan konseling atau konselor. Bukti dari pendapat ini diantaranya kepala sekolah
lebih percaya kepada motivator daripada guru BK atau konselor ketika menyiapkan
siswanya menghadapi ujian nasional. Guru bimbingan dan konseling atau konselor
mendapatkan tugas untuk mencatat pelanggaran siswa, anak terlambat dan ada juga
sebagai bendahara sekolah. Orang tua murid masih banyak yang mempunyai anggapan
kalau anaknya dipanggil atau datang ke ruang BK menganggap anaknya mempunyai
kesalahan, melanggar aturan sekolah atau anaknya nakal di sekolah. Masyarakat
belum tahu dan paham betul apa fungsi dan peranan guru bimbingan dan konseling
di sekolah termasuk dari kalangan birokrasi misal di jajaran badan kepegawaian
daerah, dan juga dari kalangan wakil rakyat. Pandangan mereka umumnya masih
beranggapan tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor itu menangani
anak-anak nakal dan bermasalah. Ada pandangan yang ekstrim meminjam istilah di
wilayah Brebes, kalau guru bimbingan dan konseling atau koselor di sekolah
“kanggo-kanggo ora” artinya ada atau tidak guru bimbingan dan konseling atau konselor
di sekolah tidak ada pengaruhnya terhadap keberhasilan dan pelaksanaan
pendidikan di sekolah. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya karena guru
bimbingan dan konseling atau konselor belum menunjukkan profesionalisme dalam
kinerja sehari-harinya.
Pengakuan pemerintah secara legal tentang guru bimbingan dan
konseling atau konselor sebenarnya sudah
sangat hebat diantaranya (1) Pelayanan
bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan pendidikan yang harus
diperoleh semua peserta didik telah termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 89 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun 1990
tentang Pendidikan Menengah. (2) “Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga
kependidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I pasal 1 butir 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.
(3) Pelayanan konseling yang
merupakan bagian dari kegiatan pengembangan diri telah termuat dalam struktur
kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Menengah.
(4) Beban kerja Guru bimbingan dan
konseling atau konselor pada Pasal 54 ayat
6 Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 74 Tahun
2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa beban kerja Guru bimbingan dan
konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan
adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh)
peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut
dalam penjelasan Pasal 54 ayat 6 yang dimaksud dengan “mengampu layanan
bimbingan dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian,
dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta
didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang
dianggap perlu dan memerlukan. (5) Penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor)
pada Pasal 22 ayat 5 Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 tahun 2010 tentang
petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan
bahwa penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) dihitung secara
proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150 (seratus lima
puluh) orang siswa dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) orang siswa per
tahun.
(6) Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor, yang
menyatakan bahwa kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1)
dalam bidang bimbingan dan konseling ; (ii) berpendidikan profesi konselor.
Kompetensi konselor meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang berjumlah 17 kompetensi dan
76 sub kompetensi.
Pada
kurikulum 2013 dinyatakan pendidikan di sekolah tidak hanya dilakukan melalui proses pembelajaran
oleh guru mata pelajaran dan pelatihan oleh guru praktik, tetapi juga kegiatan
BK yang dilakukan oleh guru BK atau konselor untuk membantu peserta didik
mencapai perkembangan yang optimal, termasuk mencari dan menetapkan pilihan
serta pengambilan keputusan yang mencakup kehidupan pribadi, sosial,
belajar, dan perencanaan karir. Guru BK berperan membantu siswa dalam: memilih
dan menentukan peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran agar dapat
menentukan pilihan sesuai kemampuan potensi dirinya dan berhasil dalam belajar. Permasalahan
akan terjadi jika peserta didik tidak mampu untuk menentukan peminatan kelompok
mata pelajaran dan mata pelajaran, sehingga akan menghambat dalam proses
pembelajaran. Guru BK atau Konselor diperlukan untuk
mencegah terjadinya masalah siswa, memandirikan siswa melalui keputusan terkait
memilih, menentukan, meraih serta mempertahankan karier untuk mewujudkan
kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta menjadi warga masyarakat yang
peduli kemaslahatan umum.
*)Dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang
0 komentar:
Posting Komentar